Diabetes Gestasional


BAB I
PENDAHULUAN

Komplikasi ibu dan bayi pada penderita diabetes akan meningkat karena perubahan metabolik. Angka lahir mati terutama pada kasus dengan diabetes tak terkendali dapat terjadi 10 kali dalam normal. Diperkirakan kejadian diabetes dalam kehamilan ialah 0,7 %, tetapi seringkali sukar ditemukan karena rendahnya kemampuan deteksi kasus.(1)
Insidensi Diabetes Melitus Gestasional sangat tergantung dari cara penyaringan dan kriteria diagnosis Diabetes Melitus Gestasional yang dipakai, disamping materi penyaringan yang diperiksa. Di Indonesia dengan menggunakan kriteria diagnosis cara O’sullivan-Mahan insidensi DMG berkisar antara 1,9-2,6 %. Wijono melaporkan insidensi Diabetes Melitus Gestasional di RSCM berkisar 0,15 %.(2)
Sedikitnya ada 3 alasan mengapa penyaringan Diabetes Melitus Gestasional perlu dilaksanakan. Keadaan hiperglikemi pada ibu dapat mengakibatkan : (1,2)
1. Angka kesakitan pada ibu sendiri yang tinggi dibandingkan populasi normal.
2. Angka kesakitan dan kematian perinatal yang meningkat.
3. Riwayat Diabetes Melitus Gestasional sebelumnya merupakan resiko tinggi untuk menjadi DM dikemudian hari.

Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui penatalaksanaan diabetes melitus pada kehamilan.






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A. Definisi
Diabetes Melitus Gestasional adalah suatu intoleransi karbohidrat baik yang ringan maupun berat yang terjadi atau pertama kali diketahui pada saat kehamilan berlangsung. (3)

B. Patofisiologi
Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang menunjang pemasokan makanan bagi janin serta persiapan untuk menyusui. Glukosa dapat berdifusi secara tetap melalui plasenta kepada janin sehingga kadarnya dalam darah janin hampir menyerupai kadar darah ibu. Insulin ibu tak dapat mencapai janin, sehingga kadar gula ibu yang mempengaruhi kadar pada janin.(3)
Pengaturan fisiologis kadar glukosa darah sebagian besar tergantung dari : (2,3)
1. Ekstrasi glukosa
2. Sintesis glikogen
3. Glikogenoksis dalam hati
Sedangkan pengendalian kadar gula terutama dipengaruhi oleh insulin, disamping beberapa hormon lain : estrogen, steroid dan plasenta laktogen. (2,3)
Hormon yang dapat meningkatkan kadar glukosa darah antara lain : (1)
1. Glukagon yang disekresi oleh sel-sel alfa pulau langerhans
2. Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromatin.
3. Glukokortikoid yang disekresi oleh korteks adrenal.
4. Growth Hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.
Glukogen, epninefrin, glukokortikoid, dan GH membentuk suatu mekanisme Counter-regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemi akibat pengaruh insulin pasif. Akibat lambatnya resorpsi makanan maka terjadi hiperglikemi yang relatif lama dan ini menuntut kebutuhan insulin. Menjelang aterm kebutuhan insulin meningkat sehingga mencapai 3 kali dari keadaan normal. Hal ini disebut tekanan diabetogenik dalam kehamilan. Secara fisiologik telah terjadi resistensi insulin yaitu bila ia ditambah dengan insulin eksogen ia tak mudah menjadi hipoglikemia. Tetapi bila seorang ibu tak mampu meningkatkan produksi insulin, sehingga ia relatif hipoinsulin yang mengakibatkan hiperglikemi atau diabetes kehamilan (diabetes yang timbul hanya dalam kehamilan). Resistensi insulin juga disebabkan oleh adanya hormon estrogen, progresteron, kortisol, prolaktin, dan plasenta laktogen. Hormon tersebut mempengaruhi reseptor insulin pada sel sehingga mengurangi afinitas insulin. (1)

C. Klasifikasi
Secara klinis Diabetes Melitus Gestasional dibagi menjadi : (2)
1. Tak Tergantung Insulin (TTI) – Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yaitu kasus yang tidak memerlukan insulin dalam pengendalian kadar gula darah.
2. Tergantung Insulin (TI) – Insulin Dependent Diabetes Mellitus yaitu kasus yang memerlukan insulin dalam mengendalikan kadar gula darah.
Menurut White (1965) klasifikasi diabetes dibagi menjadi : (1,4)
Kelas A : Diabetes kimiawi, disebut juga diabetes laten, subklinis atau diabetes kehamilan, tes toleransi glukosa tidak normal. Penderita tidak memerlukan insulin, cukup diobati dengan diet saja. Prognosis bagi ibu dan anak baik.
Kelas B : Diabetes dewasa, diketahui secara klinis setelah umur 19 tahun dan berlangsung kurang dari 10 tahun, dan tidak disertai kelainan pembuluh darah.
Kelas C : Diabetes yang diderita antara 10-19, atau timbul pada umur antara 10-19 tahun, dan tanpa kelainan pembuluh darah.
Kelas D : Diabetes telah diderita lama ; 10 tahun atau lebih ; atau diderita sebelum umur 10 tahun ; atau disertai kelainan pembuluh darah, termasuk arteriosklerosis pada retina dan tungkai, dan retensio.
Kelas E : Diabetes yang disertai perkapuran pada pembuluh-pembuluh darah panggul, termasuk arteri uterina.
Kelas F : Diabetes dengan nefropatia, termasuk glomerulonefritis dan pielonefritis.
Kelas R : Penderita dengan komplikasi retinitis proliferans atau dengan perdarahan dalam korpus vitreum.
Kelas H : Penderita dengan komplikasi penyakit koroner.
Kelas T : Penderita dengan tranpslantasi ginjal.

D. Pengaruh Kehamilan pada Diabetes
Glukosuri renal sering dijumpai dalam kehamilan. Kelainan terjadi bukan karena kadar glukosa darah tinggi, melainkan karena ambang ginjal terhadap glukosa rendah. Oleh karena itu diabetes dalam kehamilan tidak bisa dinilai dari pemeriksaan reduksi urin. (4)
1. Pengaruh kehamilan (2)
a. Hiperemesis gravidarum dapat mengubah metabolisme karbohidrat.
b. Pemakaian glikogen bertambah karena miometrium dan jaringan-jaringan lain bertambah.
c. Janin yang tumbuh, makin lama makin banyak, memerlukan bahan makan termasuk karbohidrat.
d. Adanya pankreas dan adrenal janin yang sudah berfungsi inutero.
e. Meningkatnya metabolisme basal dengan pertukaran zat yang lebih cepat dalam hati ibu mengurangi banyaknya glikogen cadangan.
f. Sebagian insulin ibu dimusnahkan oleh enzim insulinase dalam plasenta.
g. Khasiat insulin dalam kehamilan dikurangi oleh plasenta laktogen, dan mungkin juga oleh estrogen dan progresteron.
2. Pengaruh persalinan
Kontraksi miometrium dan usaha meneran mengakibatkan pemakaian glukosa lebih banyak, sehingga dapat terjadi hipoglikemi, apalagi jika ibu muntah-muntah.
3. Pengaruh nifas
Laktasi menyebabkan keluarnya zat-zat makanan, karbohidrat dari ibu.

E. Pengaruh Diabetes pada Kehamilan
Diabetes mempengaruhi timbulnya komplikasi dalam kehamilan sebagai berikut : (2,4)
1. Pengaruh dalam kehamilan
a. Abortus dan partus prematurus.
b. Pre-eklampsi
c. Hidramnion
d. Kelainan letak
e. Insufisiensi plasenta
2. Pengaruh dalam persalinan
a. Inersia uteri dan atonia uteri
b. Distosia bahu karena anak besar
c. Kelahiran mati
d. Lebih sering pengakhiran partus dengan tindakan, termasuk seksio sesarea. Seksio sesaria merupakan penyakit persalinan yang paling sering ditemukan. Dari sebanyak 40 pasien DMG yang dipantau di klinik selama 3,5 tahun, Seksio sesaria dilakukan sebanyak 17,5 %.
e. Lebih mudah terjadi infeksi
f. Angka kematian maternal lebih tinggi
3. Pengaruh dalam nifas
a. Infeksi nifas/infeksi puerperalis.
b. Sepsis
c. Menghambat penyembuhan luka jalan lahir.

F. Pengaruh Diabetes pada Bayi (2,5)
1. Kematian hasil konsepsi dalam kehamilan muda mengakibatkan abortus.
2. Cacat bawaan terutama pada kelas D ke atas.
3. Dismaturitas terutama pada kelas D ke atas.
4. Janin besar (makrosomia) terutama pada kelas A-C.
5. Kematian dalam kandungan (Intra Uterin Fetal Death), biasanya pada kelas D ke atas.
6. Kematian neonatal. Di klinik yang maju sekalipun angka kematian dilaporkan berkisar antara 3-5 %.
7. Kelainan neurologik dan psikologik dikemudian hari.

G. Faktor Risiko Diabetes Melitus Gestasional
1. Riwayat obstetrik yang mencurigakan : (2,6)
a. Beberapa kali keguguran.
b. Riwayat pernah melahirkan anak mati tanpa sebab yang jelas.
c. Riwayat pernah melahirkan bayi  4000 gram
d. Pernah mengalami toxemia gravidarum
e. Polihidramnion
2. Riwayat ibu yang mencurigakan : (2,6)
a. Umur ibu hamil > 30 tahun
b. Riwayat DM dalam keluarga.
c. Pernah DMG pada kehamilan sebelumnya
d. Obesitas.
e. Berat badan ibu waktu lahir > 5 kg
f. Infeksi saluran kemih berulang-ulang selama hamil.

H. Diagnosis Diabetes Melitus Gestasional
1. Cara O’Sullivan-Mahan (penyaringan 2 tahap) (1,2,3)
a. Tes Toleransi Glukosa (TTG)
Dilakukan pada semua wanita hamil yang datang untuk penyaringan baik dalam keadaan puasa atau tidak, diberikan beban glukosa 50 gr glukosa yang dilarutkan dalam air 200 ml dan segera diminum. 1 jam kemudian diperiksa kadar gula darahnya. Apabila kadar glukosa plasma vena :
• < puasa =" "> 10 mg % dianjurkan agar segera dimulai dengan insulin oleh karena pengobatan setelah minggu gestasi ke-30 sulit untuk mencegah hiperplasi sel beta dan hiperinsulinemia janin.
Pada umumnya insulin dimulai dengan dosis kecil, kebutuhan insulin meningkat dengan meningkatnya usia kehamilan. Insulin dipakai adalah kuman insulin untuk mencegah tumbuhnya antibodi terhadap insulin yang dapat menembus sawar uri. Dosis insulin diperkirakan antara 0,5-1,5 U/kgBB, 2/3 diberikan pada pagi hari dan 1/3 pada sore hari. Bila keadaan belum terkendali dengan pemberian 2 kali, perlu diberikan 4 kali sehari yaitu 3 kali insulin kerja cepat ½ jam sebelum makan dan insulin kerja menengah pada malam hari sebelum tidur.
Kadar Glukosa Darah Pemberian Insulin
7.00 13.00 19.00 21.00
GDP tinggi, 2 jam PP normal
- - - M
GDP dan 2 jam PP tinggi C-M CM
Atau
C C C M
Ket : C = Insulin kerja Cepat
M = Insulin kerja Menengah
Tabel 2. Cara Pemberian Insulin Berdasarkan Kadar Glukosa darah Setelah Gagal dengan Diet

Obat hipoglikemik oral, misal sulfonilurea tidak dianjurkan selama kehamilan.(4) Sulfonilurea generasi pertama misalnya tolbutamid dan klorpropamid, menyebabkan profound pemanjangan hipoglikemia hiperinsulinemia. pada neonatus yang lahir dari ibu menggunakan obat-obat tersebut selama hamil. Konsentrasi klorpropamid dalam serum korda hampir sama dengan yang terdapat serum ibu, ada waktu paroh didalam janin ± 25 jam hampir sama dengan ibunya ± 37 jam. Hal ini menunjukkan bayi sangat potensial terjadi hipoglikemia karena obat hipoglikemik oral selama kehamilan.(2,6)
Penggunaan sulfonilurea juga berkaitan dengan kemungkinan terjadi malformasi kongenital. Status pada hewan percobaan, ternyata sulfonilurea bersifat teratogenik dan mempunyai efek toksik pada fetus. Studi retrospektif, wanita dengan DM tipe 2, berkaitan dengan penggunaan sulfonilurea pada trimester I dan terjadi malformasi kongenital mayor.(2,6)
 Penanggulangan Obstetri
Pemantauan ibu dan janin dengan mengukur tinggi fundus uteri, mendengarkan derajat jantung janin (DJJ), dan secara khusus memakai USG dan KTG. Nilai janin secara menyeluruh dengan skor fungsi dinamik janin plasenta (FDJP) <> 20 x/12 jam) dahulu untuk memastikan janin (bila usia kehamilan kurang dari 38 minggu).(4,5) Jika L/S ratio  2, shake test positif, indikasi untuk mengakhiri kehamilan. (4)
Pada Diabetes Melitus Gestasional, idealnya persalinan terjadi secara pervaginam. Bila janin sehat (skor FDJP  9), aterm, penyakitnya tidak berat, terkendali, dapat diharapkan persalinan pervaginam. Seksio sesarea elektif dilakukan bila ada 1 atau lebih indikasi : (2,4)
1. Malpresentasi
2. CPD, pada Diabetes Melitus Gestasional dengan PAP sempit ringan tidak dilakukan trial of labour.
3. Primi tua atau pasien dengan subfertilitas.
4. Pre eklampsia
5. Pertumbuhan janin terhambat atau makrosomia.
6. Gawat janin.
7. Diabetes yang tak terkendali
Wanita hamil dengan kontrol metabolik yang buruk lebih serius diberi terapi obat hipoglikemik oral dan ini merupakan hubungan yang kuat wanita dengan kontrol metabolik yang buruk mempunyai risiko yang lebih tinggi terjadi malformasi. Diabetes Melitus Gestasional jarang didiagnosis pada trimester I, ketika organogenesis terjadi, tanpa sadar wanita tersebut diberi terapi obat hipoglikemik oral pada awal kehamilannya.
 Penanggulangan pada Bayi
Masalah yang ditakuti pada janin dan bayi ialah : kelainan bawaan, malrosomia, sindrom gawat nafas, hipoglikemia, hipokalsemia dan kematian perinatal. Mengingat risiko 3 kali untuk terjadi cacat bawaan maka penting dilakukan deteksi dini dengan USG. Pemeriksaan dimulai sejak usia kehamilan 16 minggu, diulang pada kehamilan 20 minggu. Pemeriksaan kemudian menjadi serial setiap 2 minggu sejak kehamilan 34 minggu. Perkembangan lingkaran perut, ketebalan lemak dihubungkan dengan malrosomia. Pemeriksaan fungsi janin plasenta dapat dilakukan dengan Kardiotokografi (KTG) untuk memantau denyut jantung dan gerakan janin secara serial tiap minggu setelah 36 minggu. Janin yang menerima pemasokan gula darah yang berlebihan akan memproduksi insulin sehingga terjadi hiperinsulinemia.
Setelah lahir, bayi terputus dari ibu yang selalu memasok glukosa, disamping itu ia mulai menggunakan lemak sebagai sumber energi. Ia masih mempunyai keadaan hiperinsulinemia yang potensial menimbulkan hipoglikemia. Hipoglikemia mungkin mempunyai dampak pada perkembangan saraf, oleh karena itu harus dijaga agar tidak mengalami hipoglikemia dengan cara sering memberikan minum susu setiap 2 jam.
Pemeriksaan gula darah dengan Dextrostix dilakukan secara serial misalnya pada jam 1, 2, 4, 8 setelah lahir. Pengawasan terhadap keadaan vital penting dilakukan yaitu sebaiknya di Unit Perawatan Intensif. Bila kadar gula <> 4 kg, riwayat ibu lahir dengan BBL > 5 kg, riwayat lahir mati, dan abortus berulang. Untuk itu perlu dilakukan penyaringan awal terhadap Diabetes Melitus Gestasional, biasanya dilakukan cara O’Sullivan-Mahan, dan WHO.
5. Prinsip dari penatalaksanaan Diabetes Melitus Gestasional secara moderen adalah :
a. Dilaksanakan secara terpadu oleh tim yang terkait dan berpengalaman.
b. Deteksi dini dan pengobatan Diabetes Melitus Gestasional.
c. Mempertahankan keadaan normoglikemi selama kehamilan sampai persalinan.
d. Monitoring intensif tubuh kembang janin.


6. Keadaan hormoglikemi dapat dicapai apabila dilakukan : perencanaan makanan, memantau diabetes terkendali, insulin, obat hipoglikemik oral tidak dianjurkan.
7. Prognosis Diabetes Melitus Gestasional tergantung berat ringannya penyakit Diabetes Melitus Gestasional yang kadarnya terkendali, tanpa komplikasi, umumnya prognosisnya baik, baik pada ibu maupun janin.


DAFTAR PUSTAKA



1. Noer S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi III, Balai Penerbit, Jakarta, 1997, hal : 675-679.

2. Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan, Edisi III, Cetakan V, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1999, hal : 518-525.

3. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku II, Edisi IV. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1994, hal : 1109-1112.

4. LIM. LS, Charles SA. Management of The Pregnant Diabetic, Journed of Pediatric, Obstetrics and Gynaecology, Singapura, 1983, hal : 7-12.

5. Mansjoer, A. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Edisi III, Media Ausculapius FKUI, Jakarta, 2001, hal : 285-280.

6. Greene MF. Oral Hypoglycemic Drugs for Gestasional Diabetes, NEJM, http://www.nejm.com/2000

Post a Comment for "Diabetes Gestasional"