BAB I
PENDAHULUAN
I.a. Latar Belakang
Nyeri kepala adalah nyeri atau sakit sekitar kepala, termasuk nyeri di belakang mata serta perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang (Oleson & Bonica, 1990). Sakit kepala bisa merupakan keluhan primer atau sekunder. sakit kepala primer yaitu keluhan sakit kepala merupakan diagnosis utama, bukan disebabkan karena adanya penyakit lain, sedangkan sakit kepala sekunder yaitu sakit kepala merupakan gejala ikutan karena adanya penyakit lain seperti hipertensi, radang sinus, premenstrual disorder, dll.1
Klasifikasi klinis nyeri kepala (Anthony, 1988) : 1
a.Sakit kepala akut :
i.Intrakranial : 1.Meningitis / ensefaliti
2.Perdarahan subaraknoid
3.Hematoma subdural
4.Tumor intrakranial
ii.Ekstrakranial : 1.Migrain
2.Sakit kepala cluster
3.Sakit kepala post trauma
4.Glaucoma
5.Neuritis optika
6.insufisiensi serebro-vaskuler
iii.Sistemik : 1.Hipertensi
2.Feokromositoma
3.Reaksi terhadap penghambat MAO
b.Sakit kepala subakut :
1.Hematoma subdural
2.Arteritis temporalis
3.Abses otak
4.Tumor
5.Sinus trombosis
6.Hipertensi intrakranial benigna
c.Sakit kepala menahun :
1.Migren/ sakit kepala tegang
2.Tumor jinak
Struktur jaringan kepala yang peka nyeri dan tidak peka nyeri (Dalessio, 1984; Oleson & Bonica, 1990) : 1
1. Peka Nyeri :
• Intrakranial : Sinus cranial dan vena aferen, Arteri dari duramater, Arteri dari dasar otak dan cabang cabang utamanya, Bagian dari duramater (sekitar pembuluh darah besar).
• Ekstrakranial : Kulit, kulit kepala, fasia, otot mukosa; Arteri (vena kurang peka), Saraf-saraf (N. trigeminus, N. vagus, saraf servikal kedua dan ketiga)
2. Tak Peka Nyeri : Parenkim otak, Ependima, pleksus khoroideus, Pia mater, araknoid, bagian dari dura, Tengkorak (periost: sedikit peka).
Sakit kepala merupakan persoalan yang lazim dalam pediatri. Pengaruh sakit kepala tersebut adalah pada prestasi akademik anak, ingatan, kepribadian, dan hubungan antar-pribadi, demikian juga kehadiran sekolah, tergantung pada etiologi, frekuensi dan intensitasnya. Bayi dan anak memberikan respon terhdaap sakit kepala dengan cara yang tidak dapat diramalkan. Sebagian besar anak yang baru belajar jalan tidak dapat menceritakan sifat sakit kepalanya, tetapi agaknya mereka dapat menjadi sangat peka, mudah marah, muntah, lebih senang pada ruangan gelap karena fotofobia, atau menggosok mata dan kepalanya secara berulang-ulang. Sebab-sebab sakit kepala yang paling penting pada anak, salah satunya adalah migrain.1
I.b. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menguraikan masalah migrain ditinjau dari definisi, etiologi, patogenesis, faktor-faktor predisposisi, pembagian, diagnosis, penatalaksanaan, pencegahan dan prognosis serta untuk memenuhi syarat mengikuti ujian kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.a. Definisi
Kata "migraine" merupakan bahasa Perancis, yang berasal dari bahasa Yunani "migren-hemicranium" yang berarti sakit kepala sesisi.3
Migrain adalah suatu kondisi kronis yang dikarakterisir oleh sakit kepala episodik dengan intensitas sedang sampai berat yang berakhir dalam waktu 4-72 jam (International Headache Society). Nyeri kepala biasanya bersifat unilateral, umumnya disertai anoreksia, mual dan muntah dengan intensitas, frekuensi dan lamanya yang berbeda-beda. Migraine juga merupakan suatu kelainan yang multikompleks dan memerlukan penelitian dan analisa yang cermat. Gejala-gejala pada beberapa penderita kadang-kadang sukar sekali untuk dikontrol, tetapi dengan pendekatan yang sistematik dan teliti, banyak penderitanya yang dapat ditolong.Jadi yang perlu diperhatikan pada pasien adalah memperhatikan gejala serangan migraine yang kemudian disusul dengan memperbaiki fungsi pasien dengan mengoptimalkan self care dan penggunaan obat lain. 3
Migrain dapat diklasifikasikan menjadi subkelompok, termasuk migrain biasa, migrain klasik, varian migrain dan migrain terkomplikasi.
II.b.Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti faktor penyebab migrain. Dari penyelidikan yang sudah ada, diduga sebagai ganguan neurologis, perubahan sensitivitas sistem saraf dan aktivasi sistem trigeminal vaskular.3
1. Gangguan neurologis
Setiap orang mempunyai ambang migrain yang berbeda-beda, sesuai dengan reaksi neurovaskular terhadap perubahan mendadak dalam lingkungan. Dengan tingkat kerentanan yang berbeda-beda maka akan ada sebuah ketergantungan keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi pada berbagai tingkat saraf.
2. Perubahan sensitivitas sistem saraf
Proyeksi difus locus ceruleus ke korteks serebri dapat mengalami terjadinya oligmia kortikal dan mungkin pula terjadinya spreading depression.
3.Aktivasi trigeminal vaskular
Mekanisme migraine berwujud sebagai refeks trigeminal vaskular yang tidak stabil dengan cacat segmental pada jalur nyeri. Cacat segmental ini yang memasukkan aferen secara berlebihan yang kemudian akan terjadi dorongan pada kortibular yang berlebihan. Dengan adanya rangsangan aferen pada pembuluh darah, maka menimbulkan nyeri berdenyut.Kemungkinan lain terntang patogenesis migraine didasarkan atas inflamasi neurogenik di dalam jaringan intrakanal. Terdapat beberapa hal yang dapat memperberat keluhan migraine. Berikut ini adalah jenis keadaan yang dapat memperberat keluhan migraine, diantaranya adalah :
1. Stress, diburu waktu, marah atau adanya konflik
2. Bau asap atau uap, asap rokok, perubahan udara dan cahaya yang
menyilaukan
3. Menstruarsi, pil KB, pengobatan hormon estrogen
4. Kurang tidur atau terlalu lama tidur
5. Lapar dan minuman keras
6. Latihan fisik yang teralu banyak
7. Pemakaian obat-obatan tertentu, seperti : simetidin, kokain, fluoksetin, indometasin, nikotin, nifedipin.
8. makanan yang mengandung tiramin, food additive (MSG, aspartam), coklat, kopi.3
II.c. Epidemiologi
Prevalensi migrain beranekaragam bervariasi berdasarkan umur dan jenis kelamin. Migraine dapat tejadi dari mulai kanak-kanak sampai dewasa. Resiko mengalami migraine semakin besar pada orang yang mempunyai riwayat keluarga penderita migraine.4
Gambar 1. Migrain berdasarkan umur dan usia
Anak termuda yang dilaporkan mengalami migrain adalah berusia 1 tahun. Insiden migrain pada anak usia sekolah antara 7 – 15 tahun adalah 4% pada studi di Swedia. Anak perempuan lebih mungkin mengalami migrain ketika remaja, sementara laki-laki terjadi pada usia di bawah 10 tahun. 4
II.d. Klasifikasi
Migrain dapat diklasifikasikan menjadi subkelompok, termasuk migrain biasa, migrain klasik, varian migrain dan migrain terkomplikasi. 4
Migrain Biasa
Migrain ini tidak disertai dengan aura dan merupakan tipe migrain yang paling lazim pada anak. Sakit kepalanya adalah berdenyut atau mengketok-ketok, dan cenderung terlokalisasi pada daerah temporal atau bifrontal. Migrain pada anak seringkali bukan sakit kepala sebelah (hemikranial) dan kurang berat jika dibandingkan dengan migrain pada orang dewasa. Sakit kepala biasanya berlangsung selama 1-3 jam, meskipun nyeri ini dapat berlangsung selama 24 jam. Tanda khas migrain masa anak adalah rasa mual dan muntah yang berat, yang dapat lebih menyusahkan daripada sakit kepalanya. Muntah dapat disertai dengan sakit perut dan demam, dengan demikian keadaan seperti appendisitis dan infeksi sistemik dapat secara salah terancukan dengan diagnosis primer. Gejala tambahan meliputi kepucatan yang amat sangat, fotofobia, kepala terasa ringan, dan kesemutan tangan dan kaki. Riwayat keluarga, terutama pada pihak ibu,ada sekitar 90% anak dengan migrain biasa. Salah satu aspek terpenting dalam patofisiologi migraine adalah kelainan yang terkait genetik dimana penelitian pada kembar dan sejumlah populasi secara familial menunjukan relasi yang kuat bahwa migrain, terutama tanpa aura, merupakan kelainan multifaktor yang disebabkan kombinasi genetik dan faktor eksternal. Migraine yang bersifat familial ini terkait dengan kromosom 19P13.4
Migrain Klasik
Migrain ini disertai dengan aura yang mendahului mulainya sakit kepala. Aura visual jarang ada pada anak dengan migrain, tetapi bila aura ini terjadi dapat berupa pandangan kabur, skotoma (daerah penglihatan mengurang dalam medan penglihatan), fotopsia (sorotan cahaya), fortifikasi spektra (garis zig-zag putih yang terang), atau distorsi obyek ireguler. Beberapa penderita juga mengalami vertigo dan kepala terasa ringan selama fase sakit kepala ini. Gejala sensoris meliputi kesemutan perioral dan mati rasa tangan dan kaki. 5
Varian Migrain
Varian ini meliputi muntah siklik, keadaan kebingungan akut, dan vertigo paroksismal benigna. Muntah siklik ditandai dengan penyakit muntah berat yang terjadi berulangkali, setiap bulan yang mungkin begitu berat sehingga terjadi dehidrasi dan kelainan elektrolit, terutama pada bayi. Pada mulanya gejala sistemik seperti demam, sakit perut, dan diare tidak ada, tetapi gejala ini dapat menjadi menonjol bersama dengan hilangnya cairan berlebihan akibat muntah. Muntah dapat berlarut-larut dan menetap selama beberapa hari. Anak tampak pucat dan ketakutan tetapi tidak kehilangan kesadaran. Setelah periode tidur yang dalam, anak bangun dan mulai bermain lagi dan makan-makanan kebiasaan mereka seolah-olah tidak pernah mengalami muntah. Keadaan kebingungan akut disertai hiperaktivitas, disorientasi, tidak responsif, gangguan memori, muntah, dan lesu. Episode kebingungan akut dapat menetap selama beberapa jam dan secara khas sadar secara spontan pasca tidur; penderita tidak ingat pada keadaan kebingungannya. Keadaan ini sebagai komponen migrain akut yang mungkin akibat dari migrain otak terlokalisasi karena peningkatan permeabilitas vaskular selama sakit kepala.5
Migrain Terkomplikasi
Migrain terkomplikasi merujuk pada perkembangan neurologis selama sakit kepala yang berlangsung setelah berhentinya sakit kepala. Adanya tanda neurologis bersama dengan sakit kepala menunjukkan kemungkinan lesi struktural yang mendasari dan memerlukan penelitian menyeluruh. Ada tiga subset migrain terkomplikasi. Migrain basilar tanda batang otak menonjol pada penderita ini, karena vasokonstriksi arteri basilar dan arteri serebralis posterior. Gejala utama termasuk vertigo, tinitus diplopia, pandangan kabur, skotoma, ataksia, dan sakit kepala oksipital. Pupil dapat dilatasi dan ptosis. Perubahan pada kesadaran yang disertai kejang-kejang menyeluruh dapat terjadi. Setelah serangan terdapat penyembuhan sempurna gejala dan tanda neurologis. Ada riwayat keluarga yang positif kuat untuk migrain pada sebagian besar anak. Banyak yang mengalami migrain klasik ketika remaja atau dewasa. Trauma kepala yang relatif kecil dapat mempercepat episode migrain basilar. Migrain ophtalmoplegik relati jarang pada anak. Pada penderita ini berkembang kelumpuhan saraf ketiga ipsilateral sampai sakit kepala saat terjadi serangan, karena perubahan pasokan darah pada saraf okulomotorius. Amaurosis fugax, kebutaan monokuler, akut, reversibel, dapat juga menjadi varian migrain terkomplikasi. Migrain hemiplegik merujuk pada mulainya tanda sensoris atau motorik unilateral selama episode migrain. Hemisindroma lebih lazim pada anak dibandingkan dewasa dan dapat ditandai dengan mati rasa wajah, lengan dan kaki, kelemahan unilateral, dan afasia. Lebih dari satu serangan tidak lazim pada kelompok usia pediatric. Tanda neurologis dapat sementara atau menetap selama beberapa hari. Migrain hemiplegik pada anak yang lebih tua atau remaja mempunyai prognosis yang lebih baik, dan seringkali ditemukan riwayat keluarga positif kejadian hemiplegik yang serupa. Hemiplegik akut dapat merupakan manifestasi awal migrain dan dapat terulang, mengenai satu sisi dan kemudian sisi yang lain. Seringkali episode vasokonstriksi yang disertai dengan iskemia dapat mengakibatkan luka otak ireversibel sehingga berakibat retardasi mental dan epilepsi pada subkelompok anak ini.6
II.e. Patofisiologi
Saat serangan migren 79% pasien menunjukkan cutaneus allodynia(CA) di daerah kepala ipsilateral dan kemudian dapat menyebar kedaerah kontralateral dan kedua lengan. Allodynia biasanya terbatas pada daerah ipsilateral kepala, yang menandakan sensitivitas yang meninggi dari neuron trigeminal sentral (second-order) yang menerima input secara konvergen. Jika allodynia lebih menyebar lagi, ini disebabkan karena adanya kenaikan sementara daripada sensitivitas third order neuron yang menerima pemusatan input dari kulit pada sisi yang berbeda.7
Pada penderita migren, disamping terdapat nyeri intrakranial juga disertai peninggian sensitivitas kulit. Sehingga patofisiologi migren diduga bukan hanya adanya iritasi pain fiber perifer yang terdapat di pembuluh darah intrakranial, akan tetapi juga terjadi kenaikan sensitisasi set saraf sentral terutama pada sistem trigeminal, yang memproses informasi yang berasal dari struktur intrakranial dan kulit. Pada beberapa penelitian terhadap penderita migren dengan aura, pada saat paling awal serangan migren diketemukan adanya penurunan cerebral blood flow (CBF) yang dimulai pada daerah oksipital dan meluas pelan2 ke depan sebagai seperti suatu gelombang ("spreading oligemia) dan dapat menyeberang korteks dengan kecepatan 2-3 mm per menit. hal ini berlangsung beberapa jam dan kemudian barulah diikuti proses hiperemia. Pembuluh darah vasodilatasi, blood flow berkurang, kemudian terjadi reaktif hiperglikemia dan oligemia pada daerah oksipital, kejadian depolarisasi set saraf menghasilkan gejala scintillating aura,kemudian aktifitas set saraf menurun menimbulkan gejala skotoma. Peristiwa kejadian tersebut disebut suatu cortical spreading depression (CDS). CDS menyebabkan hiperemia yang berlama didalam duramater, edema neurogenik didalam meningens dan aktivasi neuronal didalam TNC (trigeminal nucleus caudalis) ipsilateral. Timbulnya CSD dan aura migren tersebut mempunyai kontribusi pada aktivasi trigeminal, yang akan mencetuskan timbulnya nyeri kepala. Pada serangan migren, akan terjadi fenomena pain pathway pada sistem trigeminovaskuler, dimana terjadi aktivasi reseptor NMDA, yang kemudian diikuti peninggian Ca sebagai penghantar yang menaikkan aktivasi proteinkinase seperti misalnya 5-HT, bradykinine, prostaglandin, dan juga mengaktivasi enzym NOS. Proses tersebutlah sebagai penyebab adanya penyebaran nyeri, allodynia dan hiperalgesia pada penderita migren.8
Gambar 2. Cortical Spreading Depression
Fase sentral sensitisasi pada migren, induksi nyeri ditimbulkan oleh komponen inflamasi yang dilepas dari dura, seperti oleh ion potasium, protons, histamin,5HT(serotonin), bradikin, prostaglandin di pembuluh darah serebral, dan serabut safar yang dapat menimbulkan nyeri kepala. Pengalih komponen inflamasi tersebut terhadap reseptor C fiber di meningens dapat dihambat dengan obat2an NSAIDs(non steroid anti inflammation drugs) dan 5-HT agonist, yang memblokade reseptor vanilloid dan reseptor acid-sensittive ion channel yang juga berperan melepaskan unsur protein inflamator).8
Gambar 3. Pain pathway sistem trigeminovaskular
Fase berikutnya dari sensitisasi sentral dimediasi oleh aktivasi reseptor presinap NMDA purinergic yang mengikat adenosine triphosphat (reseptor P2X3) dan reseptor 5-HT pada terminal sentral dari nosiseptor C fiber. Nosiseptor C-fiber memperbanyak pelepasan transmitter. Proses sensitisasi di reseptor meningeal perivaskuler mengakibatkan hipersensitivitas intrakranial dengan manifestasi sebagai perasaan nyeri yang ditimbulkan oleh berbatuk, rasa mengikat dikepala, atau pada saat menolehkan kepala. Sedangkan sensitivitas pada sentral neuron trigeminal menerangkan proses timbulnya nyeri tekan pada daerah ekstrakranial dan cutaneus allodynia. Sehingga ada pendapat bahwa adanya cutaneus allodynia (CA) dapat sebagai marker dari adanya sentral sensitisasi pada migren. 8
Selain mekanisme di atas, salah satu aspek terpenting dalam patofisiologi migraine adalah kelainan yang terkait genetik dimana penelitian pada kembar dan sejumlah populasi secara familial menunjukan relasi yang kuat bahwa migraine (terutama tanpa aura) merupakan kelainan multifaktor yang disebabkan kombinasi genetik dan faktor eksternal. Migraine yang bersifat familial ini terkait dengan kromosom 19P13. 8
II.f. Gejala Klinis
Gambaran klinik penyakit ini dapat dibagi atas 4 fase.1,7
1. Fase I : Prodromal
Sebanyak 50% pasien mengalami fase prodromal ini yang berkembang pelan-pelan selama 24 jam sebelum serangan. Gejala berupa terasa ringan pada kepala, tidak enak, iritabel, memburuk bila makan makanan tertentu seperti makanan manis, mengunyah terlalu kuat, sulit/malas berbicara.
2. Fase II : Aura
Gangguan penglihatan yang paling sering dikeluhkan pasien. Khas pasien melihat seperti melihat kilatan lampu blits (photopsia) atau melihat garis zig zag disekitar mata dan hilangnya sebagian penglihatan pada satu atau kedua mata (scintillating scotoma). Gejala sensoris yang timbul berupa rasa kesemutan atau tusukan jarum pada lengan, dysphasia. Fase ini berlangsung antara 5 – 60 menit. Sebanyak 80% serangan migraine tidak disertai aura.
3. Fase III : Headache
Nyeri kepala yang timbul terasa berdenyut dan berat. Biasanya hanya pada salah satu sisi kepal tetapi dapat juga pada kedua sisi. Sering disertai mual muntah tidak tahan cahaya (photofobia) atau suara (phonofobia). Nyeri kepala sering memburuk saat bergerak dan pasien lebih senang istrahat ditempat yang gelap dan ini sering berakhir antara 2 – 72 jam.
4. Fase IV : Postdromal
Saat ini nyeri kepala mulai mereda dan akan berakhir dalam waktu 24 jam, pada fase ini pasien akan merasakan lelah, nyeri pada ototnya kadang kadang euphoria. Setelah nyeri kepala hilang.
II.g. Diagnosis
Diagnosis migraine dapat dibuat berdasarkan riwayat dan pemeriksaan. Pada umumnya pemeriksaan neurodiagnostik tidak diindikasikan. Tetapi pada riwayatnya, dapat ditemukan gambaran migraine awal yang meliputi nyeri kepala unilateral, adanya aura peringatan (sering visual) dan mual atau muntah. Menurut Headache Classification Subcommittee, 2004, menyatakan diagnosis migraine diketahui dengan mengamati adanya serangan berulang nyeri kepala, dengan intensitas, frekuensi dan durasi yang sangat bervariasi, onset serangan biasanya unilateral yang disertai anoreksia dan kadang-kadang mual dan muntah; beberapa didahului atau berkaitan dengan gangguan mood, sensorik dan motorik yang nyata; dan sering familial/keturunan, disertai kriteria tambahan yaitu fotofobia dan fonofobia dengan durasi 4-72 jam. 8
Tidak ada tes laboratorium yang dapat mendukung penegakan diagnosis migraine. Gejala migraine yang timbul perlu diuji dengan melakukan pemeriksaan lanjutan untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain dan kemungkinan lain yang menyebabkan sakit kepala. Pemeriksaan lanjutan tersebut adalah :8
1. MRI atau CT Scan, yang dapat digunakan untuk menyingkirkan tumor dan
perdarahan otak.
2. Punksi Lumbal, dilakukan jika diperkirakan ada meningitis atau perdarahan
otak.
Indikasi untuk CT Scan pada anak dengan sakit kepala :
1. Tanda neurologis abnormal
2. Kegagalan sekolah, perubahan perilaku baru, penurunan percepatan pertumbuhan linier
3. Sakit kepala membangunkan anak saat tidur, dengan penigkatan frekuensi dan keparahan.
4. Sakit kepala periodik dan kejang terjadi bersama, terutama bila kejang mulainya setempat.
5. Migrain dan kejang terjadi pada episode yang sama, dan gejala vaskular mendahului kejang (20%-50% risiko tumor atau malformasi arteriovenosus).
6. Sakit kepala cluster pada anak; setiap anak <5 atau 6 tahun yang keluhan utamanya sakit kepala.
7. Gejala atau tanda neurologis setempat berkembang selama sakit kepala (yaitu, migrain terkomplikasi).
8. Gejala atau tanda neurologis setempat (kecuali gejala penglihatan migrain klasik) terjadi selama aura, dengan lateralisasi tetap; tanda setempat aura yang menetap atau berulang pada fase sakit kepala.
9. Penglihatan kelabu pada puncak sakit kepala sebagai ganti aura.
10. Sakit kepala yang terjadi setelah batuk pada anak atau remaja.
II.h. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada prestasi akademik anak, ingatan, kepribadian, dan hubungan antar-pribadi, demikian juga kehadiran sekolah. Namun pada migrain hemiplegik dapat berakibat retardasi mental dan epilepsi karena episode vasokonstriksi yang disertai dengan iskemia.8
II.i. Diagnosis Banding
Adapun beberapa diagnosa yang serupa dengan migrain, yaitu :9
a. Cluster headache
Sakit kepala unilateral yang rekuren yang hampir selalu pada sisi kepala yang sama, sakit kepala yang khas dirasakan pada regio okulomotor atau okulotemporal dan kadang-kadang menjalar ke rahang atas.
b. Background vascular headache
Merupakan varian cluster headache yang bersifat kronik, terus menerus, biasanya unilateral dengan intensitas sakit yang bervariasi dengan berdenyut pada waktu istirahat atau pada saat mulai kerja.
c. Epilepsi
merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan (unprovoked) dan berkala. Kelainan neurologis pada migrain dapat mirip dengan epilepsi fokal, gambaran klinis kelainan vaskular seperti angioma atau aneurisma, atau proses tromboembolik.9
II.j. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada migrain dibagi menjadi dua, yaitu terapi farmakologis dan non-farmakologis. Terapi farmakologis terdiri dari terapi abortif yang bertujuan mengatasi nyeri atau gejala pada saat serangan dan terapi profilaksis yang bertujuan mencegah serangan. Terapi profilaksis diperlukan jika serangan terjadi lebih dari 2-3 kali dalam sebulan, serangan berat dan menyebabkan gangguan fungsi serta terapi simptomatik gagal atau menyebabkan efek samping yang serius.10
Terapi abortif10
1. Asetaminofen
• Efektif jika pemberian pada saat serangan.
• Dosis : <12 years: 10-15 mg/kg/24 jam
>12 years: 325-650 mg PO
2. NSAIDs
• Menghambat sintesis prostaglandin, agregasi platelet dan pelepasan 5-HT
• Dosis : Ibuprofen 10-20 mg/kg/24 jam
Naproxen 2,5-5 mg/kg/24 jam
Terapi profilaksis10
1. Propanolol
• Dosis :
Anak : mulai 10 mg 2-3x/hari, maksimum 20 mg 3x/hari
Dewasa : mulai 10-20 mg 3x/hari, maksimum 80 mg3x/hari.
• Efek samping : mual, insomnia, lesu, bradikardi, hipertensi.
• Kontraindikasi : asma, aritmia jantung, depresi, diabetes.
2. Fenitoin
• Dosis :3-5 mg/kg/24jam, sesuaikan untuk mempertahankan kadar serum pada 40-80 µmol/L.
• Efek samping : hirsutisme, hiperplasia gingiva, ataksia, reaksi kulit, kadang-kadang hepatotoksisitas.
3. Fenobarbital
• Dosis : 2-5mg/kg/24jam, tidak melebihi kadar serum 130µmol/L.
• Efek samping : hiperaktivitas, jangka perhatian pendek pada 20% anak.
• Kontraindikasi : kemungkinan efek samping pada anak hiperaktif atau perkembangan terlambat.
4. Amitriptilin
• Dosis :
Anak : tidak diperbolehkan
Remaja : 25-50mg/kg/24 jam
• Efek samping : pusing, lelah, retensi urin, konstipasi, penambahan berat, mulut kering.
5. Siproheptadin
• Dosis :
Anak : 0,2-0,4 mg/kg/24 jam dalam 2-3 dosis terbagi
Remaja : 4-6 mg/24 jam
• Efek samping : belajar terganggu, mengantuk, nafsu makan bertambah, penambahan berat badan.
6. Metisergid
• Dosis :
Anak : tidak dianjurkan pada anak dibawah umur 10 tahun
Remaja : 2mg 2-3x sehari sesudah makan, jangan menggunakan lebih dari 3 bulan
• Efek samping : mual, pusing, mengantuk, fibrosis retroperitoneum pada penggunaan yang lama
• Kontraindikasi : dibatasi pada penderita dengan sakit kepala berat bila regimen obat lain gagal.
Terapi non-farmakologis dengan menghindari faktor pencetusnya biasanya pada anak-anak berupa diet makanan yang tidak mengandung tiramin (pada coklat, keju) karena pada penderita migrain tertentu dapat hipersensitivitas terhadap zat tersebut.
Manajemen perilaku juga merupakan metode yang efektif untuk terapi migrain pada beberapa anak dan remaja. Umpan balik biologis dan hipnosis diri merupakan pengganti pengobatan farmakologi di beberapa senter karena efek samping obat yang tidak diinginkan dan kecemasan bahwa beberapa obat dapat menimbulkan ketergantungan kimia. Umpan balik biologis dapat dikuasai oleh sebagian besar anak yang berusia diatas 8 tahun dan telah efektif dalam beberapa trial klinis.Beberapa penelitian migrain pada anak menunjukkan penurunan yang bermakna dalam frekuensinya dan tidak ada perubahan dalam intensitas sakit kepala pada mereka yang diobati dengan hipnosis diri dibandingkan dengan mereka yang menggunakan plasebo atau propanolol.10
II.k. Prognosis
Prognosis migrain yang terjadi pada anak umunya baik karena akan mereda dengan bertambahnya usia, namun pada beberapa kasus seperti migrain hemiplegik akan terjadi defisit neurologis yang menetap.10
BAB III
PENUTUP
III.a. Kesimpulan
Migraine merupakan ganguan yang bersifat familial dengan karakteristik serangan nyeri kepala yang episodic (berulang-ulang) dengan intensitas, frekuensi dan lamanya yang berbeda-beda. Nyeri kepala biasanya bersifat unilateral, umumnya disertai anoreksia, mual dan muntah. Migrain pada anak dapat diklasifikasikan menjadi subkelompok, termasuk migrain biasa, migrain klasik, varian migrain dan migrain terkomplikasi.
Anak termuda yang dilaporkan mengalami migrain adalah berusia 1 tahun. Insiden migrain pada anak usia sekolah antara 7 – 15 tahun adalah 4% pada studi di Swedia. Anak perempuan lebih mungkin mengalami migrain ketika remaja, sementara laki-laki terjadi pada usia di bawah 10 tahun.
Berdasarkan etiologinya migrain diduga sebagai ganguan neurologis, perubahan sensitivitas system saraf dan aktivasi system trigeminal vaskular.10
III.b. Saran
Migrain pada anak merupakan penyakit yang tidak mengancam jiwa tetapi diperlukan kepedulian dan perhatian dari pihak orang tua dan anak untuk dapat mengenal serangan dan menghindari faktor pencetus terjadinya migrain sehingga terapi tidak selalu harus diberikan secara medikamentosa.10
DAFTAR PUSTAKA
1. Dian Ibnu Wahid. Chepalgia-headache. Maret 2009. [cited 2009 May 8]. Available from : http://diyoyen./2009/03/chepalgia-headache.com
2. Dr.Yuda Turana,Sps. Migrain Diagnosis dan Tatalaksana. 14 Maret 2008. [cited 2009 May 16]. Available from : www.medicaholistik.com
3. Behrman, Richard E. MD., Wahab, Samik. Prof. Dr. SpA. Sistem Saraf dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, 2000, edisi 15, vol 3, 2073-2075, (EGC, Jakarta)
4. Djieto. Migraine. 16 Februari 2009. [cited 2009 May 17]. Available from : www.scribd.com
5. Zullies Ikkawati. Sakit Kepala. 1 Februari 2009. [cited 2009 May 8]. Available
6. Ahmad H. Asdie, Pernodjo Dahlan. Migrain dan Sakit Kepala dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2007, edisi IV, jilid II, 934-936, (FKUI, Jakarta) from : http://zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/headache.pdf
7. Hasan Sjahrir. Mekanisme Terjadinya Nyeri Kepala Primer dan Prospek Pengobatannya. 2004. [cited 2009 May 8]. Available from : http://library.usu.ac.id/download/fk/neurologi-hasan.pdf.
8. William C Robertson Jr, MD. Migraine Headache Pediatric Perspective. 11 September 2008. [cited 2009 May 20]. Available from : www.emedicine.com
9. Dr. Rusepno Hasan, dkk. Epilepsi dalam Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid II. Hal 855-62. Cetakan kesebelas Jakarta: 2005
10. William C Robertson Jr, MD. Migraine Headache Pediatric Perspective: Treatment and Medication. 11 September 2008. [cited 2009 May 20]. Available from : www.emedicine.com
Post a Comment for "Migran Pada Anak"